MENINGOKEL DAN ENSEFALOKEL
§
Meningokel
A.
Pengertian
Meningokel atau dikenal
juga dengan sebutan spina bifida (Latin: tulang belakang terbuka) adalah sebuah jenis perkembangan kelainan bawaan. Proses kelainan ini biasanya terjadi selama empat minggu pertama kehamilan dan terdiri dari abnormal atau tidak lengkap penutupan tabung saraf (masa
depan sistem saraf pusat).
Meningokel adalah salah satu dari tiga jenis
kelainan bawaan spina bifida. Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui
vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan
dibawah kulit. Spina bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada
tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa
vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh.
(Wafi Nur, 2010).
Meningokel
merupakan kelainan kongenital SSP yang paling sering terjadi. Biasanya terletak
di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah
torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap
dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). Tidak terdapat
gangguan sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi normal sesudah operasi.
(IKA-FKUI. Hal-1136).
Meningokel adalah penonjolan dari
pembungkus medulla spinalis melalui spina bifida dan terlihat sebagai benjolan
pada permukaan. Pembengkakan kistis ini ditutupi oleh kulit yang sangat tipis.
(Prinsip Keperawatan Pediatric, Rosa
M. sachrin. Hal-283).
B.
Etiologi
Penyebab terjadinya meningokel
adalah karena adanya defek pada penutupan spina bifida yang berhubungan dengan
pertumbuhan yang tidak normal dari korda spinalis atau penutupnya, biasanya
terletak di garis tengah. Resiko melahirkan anak dengan spina bifida
berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama terjadi pada awal
kehamilan.
Meningokel terbentuk saat meninges
berherniasi melalui defek pada lengkung vertebra posterior. Medulla spinalis
biasanya normal dan menerima posisi normal pada medulla spinalis, meskipun
mungkin terhambat, ada siringomeielia atau diastematomielia.. Meningokel
membentuk sebuah kista yang diisi oleh cairan serebrospinal dan meninges. Massa
linea mediana yang berfluktuasi yang dapat bertaransiluminasi terjadi sepanjang
kolumna vertebralis, biasanya terjadi dibawah punggung. Sebagian bessar
meningokel terutup dengan baik dengan kulit dan tidak mengancam penderita (Behrman dkk, 2000).
Penyebab spesifik dari meningokel
belum diketahui. Banyak factor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat
dalam terjadinya defek ini. Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah
konsepsi. Hal- hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab :
1. Kadar vitamin maternal
rendah, termasuk asam folat dan hipertermia selama kehamilan.
Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita
bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat. (buku
saku keperawatan pediatric Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002)
2. Kelainan konginetal SSP
yang paling sering dan penting ialah defek tabung neural yang terjadi pada 3-4 per 100.000 lahir hidup.
Bermacam-macam penyebab yang berat menentukan morbiditas dan mortalitas,
tetapi banyak dari abnormalitas ini mempunyai makna klinis yang kecil dan hanya
dapat dideteksi pada kehidupan lanjut yang ditemukan secara kebetulan.
(Patologi Umum Dan Sistematik Vol 2, J.C.E. Underwood. 1999)
3. Gangguan
pembentukan komponen janin saat dalam kandungan.
4. Penonjolan
dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan
akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh
yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau bagian bawahnya.
C.
Gejala klinis
Gejalanya bervariasi, tergantung
kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena.
Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya
mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun
akar saraf yang terkena (Wafi Nur, 2010). Kebanyakan terjadi di punggung
bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra di
bagian ini terjadi paling akhir.
Kelainan bawaan lainnya yang juga
ditemukan pada penderita spina bifida: hidrosefalus, siringomielia, serta
dislokasi pinggul. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala,
sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh
korda spinalis maupun akar saraf
yang terkena.
Terdapat beberapa jenis spina bifida:
1.
Spina bifida
okulta : merupakan spina bifida yang
paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal,
tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol.
2.
Meningokel : meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai
suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit.
3.
Mielokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan
kulit diatasnya tampak kasar dan merah.
Contoh gejala dari spina bifida umumnya
berupa:
a. Penonjolan
seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir.
b. Jika
disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya.
c. Kelumpuahn/kelemahan
pada pinggul, tungkai atau kaki.
d. Penurunan
sensasi, inkontinensia uri (beser) maupun inkontinensia tinja (diare).
e. Korda
spinalis yang tertekan rentan terhadap infeksi (meningitis).
Gejala pada spina bifida okulta,
adalah:
a. Seberkas
rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang).
b. Ada
Lekukan pada daerah sakrum.
c. Korda
tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf).
Operasi akan mengoreksi kelainan,
sehingga tidak terjadi gangguan sensorik dan motorik dan bayi akan menjadi
normal.
D.
Diagnosis
Diagnosis meningokel ditegakkan berdasarkan gejala
dan hasil pemeriksaan fisik. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani
pemeriksaan darah yang disebut triple screen. Tes ini merupakan tes penyaringan
untuk spina bifida, sindrom down, dan kelainan bawaan lainnya.
Sebanyak 85% wanita yang mengandung bayi dengan
spina bifida, akan memiliki kadar serum alfa petoprotein yang tinggi. Tes ini
memiliki angka positif yang palsu tinggi, karena itu jika hasilnya positif,
perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG
yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida. Kadang-kadang dilakukan
amniosentesis (analisa cairan ketuban).
Setelah bayi
lahir, dilakukan pemeriksaan rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan
lokasi kalainan, pemeriksaan USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya
kelainan pada korda spinalis maupun vertebra, serta pemeriksaan CT-scan atau
MRI tulang belakang kadang-kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya
kelainan.(Wafi Nur, 2010).
Pemeriksaan
neurologis yang cermat sangat dianjurkan. Anak yang tidak bergejala dengan
pemeriksaan neurologis normal dan keseluruhan tebal kulit menutup meningokel
dapat menunda pembedahan. Sebelum koreksi defek dengan pembedahan penderita
harus secara menyeluruh diperiksa dengan menggunakan rontgenogram sederhana,
ultrasonografi, dan tomografi komputasi (CT) dengan metrizamod atau resonansi
magnetik (MRI) untuk menentukkan luasnya keterlibatan jaringan syaraf jika ada
dan anomali yang terkait, termasuk diastematomelia, medulla spinalis terlambat
dan lipoma. Penderita dengan kebocoran cairan serebrospinalis (CSS) satu kulit
yang menutupi tipis harus dilakukan pembedahan segera untuk mencegah meningitis.
Scan CT kepala dianjurkan pada anak dengan meningokel karena kaitannya
dengan hidrosefalus pada beberapa kasus. Meningokel anterior menonjol ke dalam
pelvis melalui defek pada sakrum (Behrman dkk, 2000).
E.
Pencegahan
Risiko terjadinya spina bifida bisa
dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat. Kekurangan asam folat pada seorang
wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan ini
terjadi sangat dini.
Kepada wanita yang berencana untuk
hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan
asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.
Pada janin kecukupan asam folat
berperan dalam mengurangi risiko terjadinya kecacatan pada sistem saraf pusat
(gangguan pada bumbung saraf/Neural Tube Defects (NTD) dan cacat lahir
lainnya seperti meningokel. Kelainan-kelainan tersebut disebabkan karena
gagalnya tabung saraf tulang belakang untuk tertutup sebagaimana mestinya pada
hari ke-28 pasca konsepsi.
F.
Pengobatan dan Penatalaksanaan
Tujuan dari pengobatan awal spina
bifida, termasuk meningokel adalah mengurangi kerusakan saraf akibat spina
bifida, meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi), serta membantu keluarga
dalam menghadapi kelainan ini. Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang
terbentuk dan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk mengobati
hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik
yang sering menyertai spina bifida.
Terapi fisik dilakukan agar
pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi otot. Untuk mengobati
atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya, diberikan
antibiotik. Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan
penekanan lembut diatas kandung kemih. Pada kasus yang berat kadang harus
dilakukan pemasangan kateter. Diet kaya serat dan program pelatihan buang air
besar bisa membantu memperbaiki fungsi saluran pencernaan.
Untuk mengatasi gejala
muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu campur tangan dari ortopedi
(bedah tulang) maupun terapi fisik. Kelainan saraf lainnya diobati sesuai
dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang terjadi. Seksio terencana sebelum
mulainya persalinan penting dalam mengurangi kerusakan neurologis yang terjadi pada bayi
dengan defek medula spinalis (Corwin, 2009). Apabila dilakukan
perbaikan melalui pembedahan, pemasangan pirau (shunt) untuk memungkinkan
drainase CSS perlu di lakukan untuk mencegah hidrosefalus dan peningkatan
tekanan intrakranial selanjutnya.
Kadang-kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki
hidrisefalus akan menyebabkan berkurangnya mielimeningokel secara spontan.
Tindakan yang harus
dilakukan antara lain :
1.
Sebelum dioperasi, bayi
dimasukkan ke dalam inkubator dengan kondisi tanpa baju.
2.
Bayi dalam posisi telungkup atau
tidur jika kantongnya besar untuk mencegah infeksi.
3.
Berkolaborasi dengan dokter anak,
ahli bedah, ahli ortopedi, dan ahli urologi, terutama untuk tindakan
pembedahan, dengan sebelumnya melakukan informed consent dan informed choice
pada keluarga.
4.
Lakukan pengamatan dengan cermat
terhadap adanya tanda-tanda hidrosefalus (dengan mengukur lingkar kepala setiap
hari) setelah dilakukan pembedahan atau juga kemungkinan terjadinya meningitis
(lemah, tidak mau minum, mudah terangsang , kejang, dan ubun-ubun besar
menonjol). Selain itu, perhatikan pula banyak tidaknya gerakan tungkai dan
kaki, clbbed feet, retensi urine, dan kerusakan kulit akibat iritasi urine dan
feses.
§ Ensefalokel
A.
Pengertian
Enesefalokel adalah suatu
kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonjolan meningens (selaput
otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang
tengkorak. Ensephalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama
perkembangan janin. Jaringan otak yang menonjol, bisa di belakang kepala, puncak kepala,
atau di antara dahi dan hidung. Melalui celah inilah, sebagian struktur otak
dan selaput otak keluar. Akibat kelainan ini: kelumpuhan anggota gerak,
keterlambatan perkembangan, retardasi mental, dan kejang berulang.
Ensephalokel adalah kelainan pada bagian oksipital. Terdapat kantong berisi
cairan jaringan saraf atau sebagian otak karena
adanya celah pada bagian oksipital.
B.
Etiologi
Ada beberapa faktor penyebab ensefalokel
diantaranya :
1.
Infeksi
2.
Faktor usia ibu yang terlalu muda
atau tua ketika hamil
3.
Mutasi genetik
5.
Kegagalan penutupan tabung saraf
selama perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh
gangguan pembentukan tulang cranium saat dalam uterus seperti kurangnya asupan
asam folat selama kehamilan, adanya infeksi pada saat kehamilan terutama
infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar bahan radiologi), obat – obatan yang mengandung
bahan yang terotegenik.
6.
Defek tulang kepala, biasanya
terjadi dibagian occipitalis, kadang – kadang juga dibagian nasal, frontal,
atau parietal.
C.
Gejala
Gejala dari ensefalokel, antara lain
berupa :
1. Hidrosefalus
2. kelumpuhan
keempat anggota gerak (kuadriplegia stastik)
3. Gangguan perkembangan
4. Mikrosefalus
5. Gangguan penglihatan,
keterbelakangan mental, dan pertumbuhan.
6. Ataksia
7. Kejang.
Beberapa anak memiliki kecerdasan
yang normal. Ensefalokel seringkali disertai dengan kelainan kraniofasial atau
kelainan otak lainnya.
D.
Diagnosis
Luasnya defek dan besarnya herniasi jaringan otak
akan menentukan prognosis enchephalus. Enchephalocele mudah dideteksi dengan
USG bila defek tulang kepala cukup besar, apalagi bila sudah disertai herniasi.
Akan tetapi lesi pada tulang kepala
menjadi sulit di kenali bila terdapat oligohidramnion.
E.
Pencegahan
Bagi ibu yang berencana hamil ada baiknya mempersiapkan jauh – jauh diri
misalnya makan makanan yang bergizi serta menambah suplemen yang mengandung
asam folat, menjaga kebersihan. Hal ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya beberapa kelainan yang bisa menyerang bayi
salah satunya adalah Ensephalokel. Pemeriksaan laboratorium juga
diperlukan untuk mendeteksi adanya infeksi
Sumber asam folat banyak didapatkan
dari:
1. Sayuran
seperti bayam, asparagus, brokoli, lobak hijau, selada romaine, kecambah.
2. Kacang
segar atau kering, kacang polong, gandum, biji bunga matahari, produk biji-bijian yang
diperkaya (pasta, sereal, roti)
3. Buah-buahan
seperti :
jeruk, tomat, nanas, melon, jeruk bali, pisang, strawberry, alpukat, pisang
4. Susu
dan produk susu seperti,
keju dan yoghurt.
5. Hati
6. Putih
Telur.
F. Pengobatan dan Penatalaksanaan
Untuk ensefalokel biasanya
dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang menonjol ke dalam
tulang tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasial yang
terjadi. Untuk hidrosefalus mungkin perlu dibuat suatu shunt. Pengobatan
lainnya bersifat simtomatis dan suportif.
Penanganan Pra Bedah:
1. Segera
setelah lahir daerah yang terpakai harus dikenakan kasa steril yang direndam
salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutupi kasa steril yang
tidak melekat untuk mencegah jaringan saraf yang terpapar menjadi kering.
2. Perawatan
pra bedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada saat mempertahan suhu
tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa pusat tubuh bayi
ditempatkan dalam kantong plastik untuk mencegah kehilangan panas yang dapat
terjadi akibat permukaan lesi yang basah.
3. Lingkaran occipito frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.
4. Akan diminta X-Ray medulla spinalis.
5. Akan diambil photografi dari lesi.
6.
Persiapan operasi.
7. Suatu
catatan aktifitas otot pada anggota gerak bawah dan sringter anal akan
dilakukan oleh fisioterapi.
8. Pembedahan
medulla spinalis yang terpapar ditutupi dengan penutup durameter dan kulit
dijahit diatas dura yang diperbaiki. Jika celah besar, maka perlu digunakan
kulit yang lebih besar untuk menutupi cacat. Pada bayi ini drain sedot
diinsersikan dibawah flap.
Perawatan
pasca bedah :
1. Pemberian
makan per oral dapat diberikan
4 jam setelah pembedahan.
2. Jika
ada drain penyedotan luka makan harus diperiksa setiap jam untuk menjamin tidak
adanya belitan atau tekukan pada saluran dan terjaganya tekanan negatif dan
wadah.
Lingkar kepala diukur dan dibuat
grafik sekali atau dua kali seminggu. Sering kali terdapat peningkatan awal
dalam pengukuran setelah penutupan cacat spinal dan jika peningkatan ini
berlanjut dan terjadi perkembangan hidrochephalus maka harus diberikan terapi
yang sesuai.
Tindakan yang harus dilakukan adalah :
1.
Cegah infeksi perlukaan
ensefalokel waktu lahir, menutup luka dengan kasa steril setelah lahir.
2.
Persiapan operasi dilakukan
sedini mungkin untuk mencegah infeksi otak yang sangat berbahaya. Biasanya
dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang menonjol kedalam
tulang tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasil yang
terjadi :
a.
Sebelum operasi, bayi dimasukkan
ke dalam inkubator dengan kondisi tanpa baju.
b.
Jika kantong Bayi besar tidurkan bayi dengan posisi terlungkup untuk
mencegah infeksi.
c.
Berkolaborasi dengan dokter anak,
ahli bedah saraf, ahli ortopedi , dan ahli urologi, terutama pada tindakn
pembedahan.
d.
Melakukan informed
consent dan informed choice pada keluarga.
3.
Pasca operasi perhatikan luka
agar tidak basah, ditarik atau digaruk bayi perhatikan mungkin terjadi
hidrosefalus ukur lingkar kepala, pemberian antibiotik dan kolaborasi.
REFERENSI