Sabtu, 08 November 2014

Makalah Marasmus

BAB I PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang
            Kurang kalori protein (KKP) merupakan salah satu masalah gizi masyarakat yang utama diIndonesia. Upaya untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat telah dilaksanakan melalui berbagai program perbaikan gizi oleh Departemen Kesehatan bekerja sama dengan masyarakat. Namun, dilihat dari contoh kasus kurang gizi di Indonesia, masih banyak anak-anak yang menderita penyakit akibat KKP yang sangat memprihatinkan, salah satunya adalah marasmus. Hal ini dapat dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk, adanya infeksi, konsumsi kalori yang tidak memadai yang mengakibatkan kekurangan protein dan mikronutrisi, cedera atau penyakit menahun, dan higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun, serta terjadinya krisis ekonomi di lndonesia. Dengan alasan itulah, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang hal – hal yang berhubungan dengan marasmus. 
B. Rumusan Masalah
    1. Apa yang disebut marasmus? 
    2. Apa gejala – gejala dan penyebab terjadinya marasmus? 
    3. Bagaimana contoh kasus marasmus yang terjadi di Indonesia? 
    4. Bagaimana cara pencegahan dan pengobatan pada marasmus? 
C. Tujuan
    1. Untuk mengetahui yang disebut marasmus.
    2. Untuk mengetahui gejala – gejala dan penyebab terjadinya marasmus.
    3. Untuk mengetahui contoh kasus marasmus yang terjadi di Indonesia.
    4. Untuk mengetahui cara pencegahan dan pengobatan pada marasmus.
BAB II PEMBAHASAN 
 A. Pengertian Marasmus 
      Marasmus berasal dari kata Yunani yang berarti kurus-kering. Sebaliknya walau asupan protein sangat kurang, tetapi si anak masih menerima asupan hidrat arang (misalnya nasi ataupun sumber energi lainnya). Marasmus disebabkan karena kurang kalori yang berlebihan, sehingga membuat cadangan makanan yang tersimpan dalam tubuh terpaksa dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup. Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649) 
       Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196). Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson). Marasmus merupakan keadaan dimana seorang anak mengalami defisiensi energi dan protein. Umumnya kondisi ini dialami masyarakat yang menderita kelaparan. Gizi buruk tipe marasmus adalah suatu keadaan dimana pemberian makanan tidak cukup atau higiene jelek yang menyebabkan defisiensi karbohidrat. 
B. Gejala – gejala dan Penyebab Terjadinya Marasmus  
  • Gejala Marasmus 
               Gejala Gejala yang terjadi pada penderita marasmus adalah keadaan yang terlihat mencolok seperti hilangnya lemak subkutan, terutama pada wajah. Akibatnya ialah wajah si anak lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Otot-otot lemah dan atropi, bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan maka anggota gerak terlihat seperti kulit dengan tulang dan turgor kulit menghilang. Torax dan tulang rusuk tampak lebih jelas. Dinding perut hipotonus dan usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang (Rani et al 1998).
 Gejala klinis marasmus terdiri dari : 
1. Pertumbuhan dan perkembangan fisik terganggu, bahkan sampai berat badan dibawah waktu lahir (berat badan < 60%). 
2. Tampak sangat kurus (gambaran seperti kulit pembalut tulang). 
3. Muka seperti orang tua (old man face).
4. Pucat, cengeng, lethargi, malaise dan apatis. 
5. Rambut kusam, kadang-kadang pirang, kering, tipis dan mudah dicabut. 
6. Kulit keriput, dingin, kering, mengendur, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada, sehingga kulit kehilangan turgornya. 
7. Jaringan otot hipotrofi dan hipotoni. 
8. Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas. 
9. Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis. 
10. Sering disertai penyakit infeksi, diare kronis atau konstipasi. 
11. pantat kosong, paha kosong. 
12. Mata besar dan dalam, sinar mata sayu. 
13. Feces lunak atau diare. 
14. Tekanan darah lebih rendah dari usia sebayanya. 
15. Frekuensi nafas berkurang. 
16. Kadar Hb berkurang. 
17. Disertai tanda-tanda kekurangan vitamin. 
Perubahan biokimia yang ditemukan pada marasmus adalah : 
1. Anemia ringan sampai berat. 
2. Kadar albumin dan globulin serum rendah. 
3. Kadar kolesterol serum yang rendah. 
4. Kadar gula darah yang rendah.  
  • Penyebab Marasmus 
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson). 
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya marasmus, antara lain : 
1. Pola makan Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein/asam amino yang memadai. Diet yang kurang energi juga dapat mengakibatkan terjadinya marasmus. 
2. Kepadatan penduduk Mc Laren (1982) memperkirakan bahwa, marasmus terdapat dalam jumlah yang banyak akibat suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan higiene yang buruk. 
3. Faktor sosial Keadaan sosial yang tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu dan sudah berlansung turun-temurun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya marasmus. 
4. Factor pendidikan Kurang adanya pengetahuan tentang pentingnya gizi dikalangan masyarakat yang pendidikannya relative rendah. 
5. Faktor ekonomi Kemiskinan keluarga, penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan ketidakmampuan dalam membeli bahan makanan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak yang tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya. 
6. Faktor infeksi dan penyakit lain Terdapat interaksi sinergis antara MEP (Malnutrisi energi protein) dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Infeksi berat dapat memperburuk keadaan gizi melalui gangguan masukan dan meningginya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti sering diserang diare, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin) 
Marasmus dapat terjadi pada segala umur. Pada anak-anak, biasanya penyebab terjadinya marasmus disebabkan karena tidak tercukupinya kebutuhan ASI sewaktu bayi. Menurut Laren et al (2000), penyebab marasmus ialah kurang kalori-protein yang berat. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. 
Secara garis besar, sebab-sebab marasmus ialah masukan makanan yang kurang. Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital. Kelainan struktur bawaan misalnya, penyakit jantung bawaan. Marasmus juga dapat disebabkan oleh Prematuritas dan penyakit pada masa neonates. Dimana pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat. Tetapi pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup juga akan menyebabkan terjadinya marasmus. Gangguan metabolik misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galacosemia, lactose intolerance serta penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang akan menimbulkan marasmus. Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan. 
Gopalan menyebutkan marasmus adalah compensated malnutrition. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan. Karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi, jika kekurangan makanan ini berjalan menahun. (Laren et al 2000) 
C. Contoh Kasus Marasmus yang Terjadi di Indonesia 
Padang Ekspres (Sabtu, 01/09/2012 12:07 WIB) ZIKRINIATI ZN – Pariaman PARIAMAN, 31/8 - BOCAH MARASMUS. Alisya Prima Siska (6), bocah penderita marasmus terbaring lemah di bangsal anak, RSUD Pariaman, Sumbar, Kamis (30/8) malam. Alisya yang memiliki berat hanya 7 kg itu divonis dokter menderita marasmus komplikasi dengan penyakit lain, yakni TBC, anemia, penyakit kulit, cacingan dan mal-nutrisi, hal tersebut terjadi akibat kondisi ekonomi orang tuanya lemah. FOTO ANTARA/Iggoy el Fitra/ed/Spt/12 Ayahnya Adar Arifin (35) dan sang nenek tidak dapat berbuat banyak, keterbatasan hidup membuat bocah kecil itu tak terperhatikan gizinya. Usianya sudah 6 tahun na¬mun berat tubuhnya 7 kilogram saja, memprihatinkan. Tak ayal jika tubuhnya terlihat kulit pem¬balut tulang saja. Saat Pa-dang Ekspres mengun¬junginya di ruang rawat inap khusus anak RSUD Pariaman, putri pasa¬ngan Adar Arifin, 35, dan almar¬hum Marni, 27, tergolek lemah. Sesekali tubuh kurus kering yang penuh bentol bekas penyakit kulit itu menggeliat, meringis, meskipun matanya tetap terpe¬jam, tidur. Sosok kecil itu tergolek le¬mah tanpa baju di ruang rawat inap khusus anak RSUD Paria¬man. Tubuh bocah itu tampak lu¬suh dan kurus kering. Kulitnya tam¬pak penuh bentolan bekas pe¬nyakit kulit. Sesekali bocah itu meng¬geliat dari lelap kemudian meringis kesakitan. Dokter menvonis warga Ko¬to Hilalang, Nagari Sikucur, Kecamatan V Koto Kampuang Dalam, Padangpariaman men¬derita penyakit marasmus atau le¬bih terkenal dengan sebutan bu¬sung lapar dan komplikasi penyakit lain. Bagaimana tidak, normalnya berat badan anak seusia itu diatas 20 kilogram, sedangkan ia hanya 7 kilogram. 
Adar Arifin ayahnya men¬ceritakan nasib malang yang dialami Alisya ini berawal saat istrinya Alm. Marni (27), mening¬gal dunia 20 bulan lalu. Karena tak ingin berpisah de¬ngan buah ha¬tinya, Adar meminta izin ke¬pada keluarga istrinya untuk merawat Alisya. Sejak saat itu, en¬¬tah karena memang nasib hi¬dup¬nya menjadi sangat sulit. Pe¬ker¬jaan sebagai tukang ojek be¬lumlah mampu menghidupi anak¬nya dengan layak. Semen¬ta¬ra ibunya pun juga hidup sa¬ngat pas-pasan, bekerja sera¬butan. Dengan penghasilan yang tak menentu dari tukang ojek, Adar mengaku tak sempat me¬mikirkan makanan bergizi untuk anak¬nya. Bagi dia bisa saja men¬da¬p¬atkan uang untuk ma¬kan su¬dah syukur. Ibunya (nenek Alisya) pun begitu, bekerja hanya s¬e-rabutan. Penghasilan tak me¬nen¬tu pula. Adar menuturkan, selama ini ekonomi keluarga dibantu oleh sang istri, sehingga kehidu¬pan mereka sedikt lebih baik. Na¬mun apa daya almarhum is¬tri¬nya sendiri meninggal dunia ka¬rena penyakit stroke. Dalam himpitan ekonomi, ibu Adar lah yang sehari-hari mengasuh dan membesarkan pu¬tri kesayangannya itu. Adar mengatakan, sejak anaknya mengalami sakit dan badannya kurus kering, bidan nagari maupun pihak Puskes¬mas terus melakukan pemantauan terhadap kondisi anaknya Alisya. Bahkan, anaknya bisa ma-suk RSUD Pariaman itu juga atas rujukan pihak Puskesmas Kampung Dalam. 
Sementara, dr. Robert SpA yang menangani pasien busung lapar Alisya saat dikonfirmasi mengungkapkan, Alisya sebenarnya sudah dua kali masuk RSUD Pariaman. Pertama beberapa bulan silam. Saat itu kondisinya sangat kritis. Setelah ditangani, kondisi kesehatannya mu¬lai pulih. Setelah dirasa agak sehat, pihak rumah sakit mempersilahkan keluarga mem-bawa Alisya pulang dan dilakukan rawat jalan. Namun, setelah dikembalikan kepada keluarga, kondisi kesehatan Alisya yang menderita busung lapar kembali memburuk. Kamis pekan lalu, Alisya kembali dirujuk ke RSUD Pariaman. ”Dulu saat masuk ke rumah sakit yang pertama, kondisi kesehatan Alisya sangat memprihatinkan. Tubuhnya kurus kering, penuh bentol-bentol karena penyakit kulit. Bahkan, mulutnya hancur dan membusuk. Setelah beberapa minggu ditangani, kondisinya pulih dan dikembalikan kepada keluarga,” kata Robert. Dijelaskan, hasil pemeriksaan medis dan laboratorium yang dilakukan pihak rumah sakit menunjukkan kalau Alisya bukan saja menderita marasmus atau busung lapar. Tapi juga mengidap sejumlah penyakit lain, antara lain, TBC, anemia, penyakit kulit, cacingan dan mal-nutrisi (kekurangan nutrisi). Disebutkan, untuk penanganan pihaknya menyarankan kepada keluarga agar Alisya dirawat dulu di rumah sakit sampai kondisinya benar-benar pulih. Sebab, kalau separoh pengobatan dibolehkan pulang, dikhawatirkan kondisi kesehatannya kembali memburuk. Jika dirawat di rumah sakit, minimal makanan dan asupan gizi Alisya bisa dikontrol dan terjamin kualitasnya. Jika dikembalikan kepada keluarga, dipastikan asu-pan gizi tak akan terperhatikan mengingat kehidupan keluarga yang ekonominya pas-pasan. Robert menyarankan kepa¬da pihak pemerintahan nagari agar memberikan perhatian serius kepada Alisya. Minimal diupayakan bantuan untuk pemenuhan kebutuhan asupan gizinya. Selain itu, pihak bidan maupun Puskesmas disarankan agar mengontrol kesehatan pasien Alisya secara berkala. Sebab katanya, sumber penyakit marasmus atau busung lapar adalah rendahnya kualitas asupan gizi dan makanan yang disebabkan oleh faktor ekonomi. Bagaimana pun penanganan medis dilakukan sampai pasien pulih, jika sedikit saja asupan gizi tak memadai, penyakit akan kembali kambuh. (***) 
D. Cara Pencegahan dan Pengobatan pada Marasmus  
  • Pencegahan Marasmus 
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya marasmus pada anak, antara lain sebagai berikut : 
1. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun. 
 2. Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat. 
3. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter. 
 4. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit. 
5. Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari. 
Tindakan pencegahan terhadap marasmus menurut Rani et al (1998) dapat dilaksanakan dengan baik bila penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang paling baik untuk bayi. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6 tahun ke atas. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan, pemberian imunisasi, dan mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan usaha pencegahan jangka panjang. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak di daerah yang endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.  
  • Pengobatan Marasmus
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik. Sedangkan, penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit. Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit berupa 10 langkah penting yaitu: 
1. Atasi/cegah hipoglikemia Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia (suhu aksila < 35°C, atau suhu rektal 35,5°C). Bila kadar gula darah di bawah 50 mg/dl, maka berikan: 
a. 50 ml bolus glukosa 10% atau larutan sukrosa (1 sendok teh gula dalam 5 sendok makan air) secara oral atau sonde/pipa nasogastrik. 
b. Berikan larutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali berikan ¼ bagian dari jatah untuk 2 jam). 
c. Secepatnya berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam. 
 2. Atasi/cegah hipotermia Bila suhu rektal < 35,5°C, hangatkan anak dengan pakaian atau selimut, atau letakkan dekat lampu atau pemanas. Suhu diperiksa sampai mencapai > 36,5°C. 
3. Atasi/cegah dehidrasi Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam sekali. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan memberikan minum anak 5 ml/kgBB setiap 30 menit cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP. Jika tidak ada cairan khusus untuk anak dengan KEP berat dapat menggunakan oralit. Jika anak tidak dapat minum maka dilakukan rehidrasi intravena dengan cairan Ringer Laktat/Glukosa 5% dan NaCl 0,9%. 
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit Pada semua KEP berat terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya: 
a. Kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar natrium plasma rendah. 
b. Defisiensi kalium dan magnesium. Ketidakseimbangan ini diterapi dengan memberikan:  K 2 – 4 meq/kgBB/hari (150 – 300 mg KCL/kgBB/hari).  Mg 0,3 – 0,6 meq/kgBB/hari (7,5 – 15 MgCl2/kgBB/hari). 
5. Obati/cegah infeksi Pada KEP berat, tanda yang umumnya menunjukan adanya infeksi seperti demam, seringkali tidak nampak, oleh karena itu pada semua KEP berat secara rutin diberikan: 
a. Antibiotika spektrum luas, bila tanpa komplikasi: kontrimoksazol 5 ml suspensi pediatri secara oral, 2 kali sehari selama 5 hari (2,5 ml bila BB < 4 kg). b. Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, infeksi kulit, infeksi saluran napas atau saluran kencing) beri ampisilin 50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam selama 2 hari, kemudian secara oral amoksisilin 15 mg/kgBB setiap 8 jam, selama 5 hari. 
c. Bila amoksisilin tidak ada, maka teruskan ampisilin 50 mg/kgBB setiap 6 jam secara oral, atau gentamisin 7,5 mg/kgBB/IM atau IV sekali sehari selama 7 hari. 
d. Bila dalam 48 jam tidak ada kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25 mg/kgBB/IM atau IV setiap 6 jam selama 5 hari. 
e. Bila terdeteksi kuman spesifik, beri pengobatan spesifik. Bila anoreksia menetap selama 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi pemberian hingga 10 hari. 
f. Vaksinasi campak bila umur anak > 6 bulan dan belum pernah diimunisasi. 
g. Berikan setiap hari tambahan multivitamin, asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama), seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari. Bila berat badan mulai naik: Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferosus 10 mg/kgBB/hari. Vitamin A oral pada hari 1, 2 dan 14. Untuk umur > 1 tahun 200.000 SI, umur 6 – 12 bulan 100.000 SI, dan umur 0 – 5 bulan 50.000 SI. 
6. Mulai pemberian makanan Pemberian diet dibagi dalam 3 fase, yaitu : 
a. Fase Stabilisasi (2 – 7 hari) Fase dimulainya pemberian makanan segera setelah anak dirawat sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh. Prinsip pemberian nutrisi pada fase inisial/stabilisasi adalah sebagai berikut :  Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa.  Oral atau nasogastrik.  Kalori 100 kkal/kgBB/hari  Protein 1 – 1,5 gr/kgBB/hari.  Cairan 130 ml/kgBB/hari. 
b. Fase Transisi (Minggu ke-2) Fase pemberian makanan secara perlahan-lahan untuk menghindari resiko gagal jantung dan intoleransi saluran cerna bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak. Prinsip pemberian nutrisi pada fase transisi adalah sebagai berikut :  Kalori 150 kkal/kgBB/hari  Protein 2 – 3 gr/kgBB/hari  Cairan 150 ml/kgBB/hari. 
c. Fase Rehabilitasi (Minggu ke-3 – 7) Pada masa pemulihan, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar tercapai asupan makanan yang tinggi dan pertambahan BB > 10 gr/kgBB/hari. Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan, biasanya 1 – 2 minggu setelah dirawat. Setelah masa transisi dilampaui, anak diberi:  Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.  Energi 150 – 220 kkal/kgBB/hari.  Protein 4 – 6 gr/kgBB/hari  Bila anak masih mendapat ASI, teruskan tetapi beri formula lebih dulu karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar. 7. Fasilitasi tumbuh-kejar (“catch up growth”) Untuk mengejar pertumbuhan yang tertinggal, anak diberi asupan makanan seperti pada fase-fase tersebut di atas. Untuk itu harus tersedia jumlah asupan makanan yang memadai seperti pada tahapan fase-fase di atas. 8. Koreksi defisiensi nutrien mikro 9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental. 10. Siapkan follow up dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh. Bila berat badan sudah mencapai 80% BB/U dapat dikatakan anak sembuh. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah penderita dipulangkan. Kepada orang tua disarankan : 
a. Membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur. 
b. Pemberian suntikan/imunisasi ulang (booster). 
c. Pemberian vitamin A setiap 6 bulan. 
d. Selain itu atasi penyakit penyerta, yaitu:  Defisiensi vitamin A.  Dermatosis.  Penyakit karena parasit/cacing.  Diare berlanjut.  Tuberkulosis, obati sesuai dengan pedoman tuberkulosis. Dengan pengobatan adekuat, umumnya penderita dapat ditolong walaupun diperlukan waktu sekitar 2 – 3 bulan untuk tercapainya berat badan yang diinginkan. Pada tahap penyembuhan yang sempurna, biasanya pertumbuhan fisik hanya terpaut sedikit dibandingkan dengan anak yang sebayanya. Namun kadang-kadang perkembangan intelektualnya akan mengalami kelambatan yang menetap, khususnya kelainan mental dan defisiensi persepsi. Retardasi perkembangan akan lebih nyata lagi bila penyakit ini diderita sebelum anak berumur 2 tahun, ketika masih terjadi proliferasi, mielinisasi dan migrasi sel otak. Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap, antara lain : 
1. Menurut Arisman, 2004:105 
a. Komposisi pemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100 cc/kg BB biasanya cukup untuk mengoreksi dehidrasi. 
b. Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2 jam pertama peroral atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg BB/ jam. 
c. Cairan sebanyak itu harus habis dalam 12 jam. 
d. Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan ketika pemberian CRO/intravena diberikan dalam kegiatan rehidrasi. 
e. Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing disebut sebagai F-75 dan F-100. 
2. Menurut Nuchsan Lubis Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap, yaitu : 
a. Tahap awal : 24 – 48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan IV.  cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat Dextrose 5%.  Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.  Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.  Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari. 
b. Tahap kedua : penyesuaian terhadap pemberian makanan  Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg BB/ hari atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/ hari.  Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari.  Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.  Cairan diberikan sebanyak 150 ml/kg BB/hari.  Pemberian vitamin dan mineral yaitu vitamin A diberikan sebanyak 200.000. i.u peroral atau 100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada hari ke dua diberikan 200.000 i.u. oral. Vitamin A diberikan tanpa melihat ada/tidaknya gejala defisiensi Vitamin A.  Mineral yang perlu ditambahkan ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam bentuk preparat oral 75-100 mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg BB/hari atau megnesium oral 30 mg/kg BB/hari.  Dapat diberikan 1 ml vit Bc dan 1 ml vit. C im, selanjutnya diberikan preparat oral atau dengan diet.  Jenis makanan yang memenuhi syarat untuk penderita malnutrisi berat ialah susu. Dalam pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat badan penderita. Dianjurkan untuk memakai pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan untuk bayi dengan makanan utama ialah susu formula atau susu yang dimodifikasi, secara bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan lunak. Penderita dengan BB di atas 7 kg diberikan makanan untuk anak di atas 1 tahun, dalam bentuk makanan cair kemudian makanan lunak dan makanan padat.  Antibiotik perlu diberikan, karena penderita marasmus sering disertai infeksi. 
c. Tahap ketiga yaitu tahap lanjut (rehabilitasi) Setelah tercapai penyesuaian dengan bertambahnya berat badan. Penderita boleh dipulangkan bila terjadi kenaikan sampai kira-kira 90% BB normal menurut umurnya, bila nafsu makannya telah kembali dan penyakit infeksi telah teratasi. Penderita yang telah kembali nafsu makannya dibiasakan untuk mendapat makanan biasa seperti yang dimakan sehari-hari. Kebutuhan kalori menjadi normal kembali karena tubuh telah menyesuaikan diri lagi. Sementara itu kepada orang tua diberikan penyuluhan tentang pemberian makanan, terutama mengenai pemilihan bahan makanan, pengolahannya, yang sesuai dengan daya belinya. Mengingat sulitnya merawat penderita dengan malnutrisi, maka usaha pencegahan perlu lebih ditingkatkan. Contoh makanan untuk penderita marasmus adalah Nasi tim ayam. Bahan adalah sebagai berikut:  50 gr nasi aron (setengah matang)  50 gr ayam, diris kecil  25 gr wortel di irirs kecil  25 gr brokoli di iris kecil. 
d. Pemeriksaan Fisik  
  • Mengukur TB dan BB  
  • Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter)
  • Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
  • Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak). 
e. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin. 
    Keterpaduan kegiatan dalam upaya penanganan marasmus, antara lain : 
  1. Penyuluhan gizi, terutama di daerah yang diindikasikan terjadinya marasmus. 
  2. Peningkatan pendapatan. 
  3. Peningkatan pelayanan kesehatan. 
  4. Keluarga berencana. 
  5. Peningkatan peran serta masyarakat, pemerintah, petugas kesehatan, dll. 
BAB III PENUTUP 
 A. Kesimpulan 
          Marasmus adalah salah satu bentuk gizi buruk yang sering ditemui pada anak – anak. Gejala – gejalanya terlihat mencolok dan penyebabnya multifaktorial antara lain masukan makanan yang kurang, faktor penyakit dan faktor lingkungan, ketidaktahuan untuk memilih makanan yang bergizi, keadaan ekonomi yang tidak menguntungkan, dll. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis untuk menentukan penyebab perlu anamnesis makanan dan penyakit lain. Kasus marasmus pada anak – anak masih banyak terjadi di Indonesia, terutama pada masyarakat dengan tingkat ekonomi yang rendah. Pencegahan terhadap marasmus ditujukan kepada penyebab dan memerlukan pelayanan kesehatan dan penyuluhan yang baik. Pengobatan marasmus ialah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein dan penatalaksanaan di rumah sakit yang harus dilakukan secara rutin dan terkontrol. B. Saran 
    1. Diharapkan kepada seluruh masyarakat untuk dapat memenuhi asupan kalori dan protein yang   
        cukup dan seimbang, agar anak – anak dapat tumbuh dengan sehat. 
    2. Setiap anggota keluarga, 
        terutama orang tua harus dapat mengupayakan dan memperhatikan pemenuhan gizi anak, agar  
        tidak menderita gizi buruk. 
   3. Tenaga kesehatan dapat mengadakan penyuluhan kepada masyarakat tentang gizi, terutama di 
       daerah yang diindikasikan terjadinya gizi buruk seperti marasmus. 
   4. Pada penderita marasmus sebaiknya anak diberi energi tinggi dan protein tinggi, dengan 
       mengobati faktor penyakit penyerta, serta apabila anak sudah agak membaik tidak lupa  
       memperhatikan atau menimbang berat badannya secara rutin. 
   5. Pemerintah harus lebih memperhatikan upaya dalam mengatasi masalah gizi buruk, terutama  
       pemenuhan gizi pada masyarakat dengan tingkat ekonomi atau pendapatan yang rendah. 
DAFTAR PUSTAKA 
http://lenteraimpian.wordpress.com/2010/02/24/masalah-masalah-gizi-di-indonesia-2/10 April 2014 http://www.indonesian-publichealth.com/2012/12/masalah-gizi-kurang-dan-gizi- buruk.html/10 April 2014 http://networkedblogs.com/t90QG/10 April 2014 
http://bestigizi.blogspot.com/2011/11/laporan-praktikum-haritanggal-senin-19.html/12 April 2014 http://contoh-askep.blogspot.com/2008/07/askep-anak-dengan-marasmus.html/12 April 2014 http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=34027/12 April 2014 
http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1346380552/bocah-marasmus/12 April 2014 http://almirarara.blogspot.com/2012/01/makalah-marasmus-bab-i-pendahuluan.html/12 April 2014