BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kurang kalori protein (KKP) merupakan salah satu
masalah gizi masyarakat yang utama diIndonesia. Upaya untuk meningkatkan
keadaan gizi masyarakat telah dilaksanakan melalui berbagai program perbaikan
gizi oleh Departemen Kesehatan bekerja sama dengan masyarakat. Namun, dilihat
dari contoh kasus kurang gizi di Indonesia, masih banyak anak-anak yang
menderita penyakit akibat KKP yang sangat memprihatinkan, salah satunya adalah
marasmus.
Hal ini dapat dipahami karena
marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk, adanya
infeksi, konsumsi kalori yang tidak memadai yang mengakibatkan kekurangan protein dan mikronutrisi, cedera atau penyakit menahun, dan
higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun, serta terjadinya krisis
ekonomi di lndonesia.
Dengan alasan
itulah, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang hal – hal yang berhubungan
dengan marasmus.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang disebut marasmus?
2.
Apa gejala – gejala dan penyebab terjadinya marasmus?
3.
Bagaimana contoh kasus marasmus yang terjadi di Indonesia?
4.
Bagaimana cara pencegahan dan pengobatan pada marasmus?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui yang disebut marasmus.
2.
Untuk mengetahui gejala – gejala dan penyebab terjadinya marasmus.
3.
Untuk mengetahui contoh kasus marasmus yang terjadi di Indonesia.
4.
Untuk mengetahui cara pencegahan dan pengobatan pada marasmus.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Marasmus
Marasmus berasal
dari kata Yunani yang berarti kurus-kering. Sebaliknya walau asupan protein
sangat kurang, tetapi si anak masih menerima asupan hidrat arang (misalnya nasi
ataupun sumber energi lainnya). Marasmus disebabkan karena kurang kalori yang
berlebihan, sehingga membuat cadangan makanan yang tersimpan dalam tubuh
terpaksa dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan yang sangat diperlukan untuk kelangsungan
hidup.
Marasmus adalah bentuk malnutrisi
kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis
terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah
kulit dan otot. (Dorland, 1998:649)
Marasmus adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196). Marasmus adalah
malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau
higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan
satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson).
Marasmus merupakan keadaan dimana
seorang anak mengalami defisiensi energi dan protein. Umumnya kondisi ini
dialami masyarakat yang menderita kelaparan. Gizi buruk tipe marasmus adalah
suatu keadaan dimana pemberian makanan tidak cukup atau higiene jelek yang
menyebabkan defisiensi karbohidrat.
B.
Gejala – gejala dan
Penyebab Terjadinya Marasmus
Ø
Gejala Marasmus
Gejala
Gejala yang terjadi pada penderita marasmus adalah keadaan yang terlihat
mencolok seperti hilangnya lemak subkutan, terutama pada wajah. Akibatnya ialah
wajah si anak lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua (old man face).
Otot-otot lemah dan atropi, bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan maka
anggota gerak terlihat seperti kulit dengan tulang dan turgor kulit menghilang. Torax dan tulang rusuk tampak
lebih jelas. Dinding perut hipotonus dan usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena
lapisan penahan panas hilang (Rani et al 1998).
Gejala
klinis marasmus terdiri dari :
1. Pertumbuhan
dan perkembangan fisik terganggu, bahkan
sampai berat badan dibawah waktu lahir (berat
badan < 60%).
2. Tampak
sangat kurus (gambaran seperti kulit pembalut tulang).
3. Muka
seperti orang tua (old man face).
4.
Pucat, cengeng, lethargi, malaise dan apatis.
5. Rambut
kusam, kadang-kadang pirang, kering, tipis dan mudah dicabut.
6. Kulit
keriput, dingin, kering, mengendur, jaringan
lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada, sehingga kulit kehilangan
turgornya.
7. Jaringan
otot hipotrofi dan hipotoni.
8. Perut
membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas.
9. Ujung
tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis.
10. Sering
disertai penyakit infeksi, diare kronis atau konstipasi.
11. pantat
kosong, paha kosong.
12. Mata besar
dan dalam, sinar mata sayu.
13. Feces lunak atau
diare.
14. Tekanan
darah lebih rendah dari usia sebayanya.
15. Frekuensi
nafas berkurang.
16. Kadar Hb
berkurang.
17. Disertai
tanda-tanda kekurangan vitamin.
Perubahan
biokimia yang ditemukan pada marasmus adalah :
1.
Anemia ringan sampai
berat.
2. Kadar
albumin dan globulin serum rendah.
3. Kadar
kolesterol serum yang rendah.
4. Kadar
gula darah yang rendah.
Ø
Penyebab Marasmus
Penyebab utama marasmus adalah
kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan
yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena
kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson).
Faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya
marasmus, antara lain :
1.
Pola makan
Protein (dan asam amino) adalah zat
yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake
makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein/asam
amino yang memadai. Diet yang kurang energi juga dapat mengakibatkan terjadinya marasmus.
2.
Kepadatan
penduduk
Mc Laren (1982)
memperkirakan bahwa,
marasmus terdapat dalam jumlah yang banyak akibat suatu daerah terlalu padat
penduduknya dengan higiene yang buruk.
3.
Faktor sosial
Keadaan sosial yang tidak
stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu dan sudah berlansung turun-temurun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya marasmus.
4.
Factor pendidikan
Kurang adanya pengetahuan tentang
pentingnya gizi dikalangan masyarakat yang pendidikannya relative rendah.
5.
Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga, penghasilan
yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan ketidakmampuan
dalam membeli bahan makanan berakibat pada keseimbangan nutrisi
anak yang tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat
mencukupi kebutuhan proteinnya.
6.
Faktor infeksi dan penyakit lain
Terdapat interaksi
sinergis antara MEP (Malnutrisi energi protein) dan infeksi. Infeksi derajat
apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Infeksi
berat dapat memperburuk
keadaan gizi melalui gangguan masukan dan meningginya kehilangan zat-zat gizi
esensial tubuh. Dan
sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh
terhadap infeksi. Marasmus
juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti sering diserang diare, kelainan
bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik,
penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin)
Marasmus dapat terjadi pada segala umur. Pada anak-anak, biasanya penyebab terjadinya marasmus
disebabkan karena tidak tercukupinya
kebutuhan ASI sewaktu
bayi.
Menurut Laren et al (2000), penyebab marasmus ialah
kurang kalori-protein yang berat. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari
interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor
lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak
lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar, sebab-sebab marasmus
ialah masukan makanan yang kurang.
Marasmus terjadi akibat masukan
kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan
akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak,
misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer. Infeksi yang
berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infantil
gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital.
Kelainan struktur bawaan misalnya, penyakit jantung
bawaan. Marasmus juga dapat disebabkan oleh Prematuritas dan penyakit pada masa
neonates. Dimana pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat
reflek mengisap yang kurang kuat. Tetapi pemberian ASI yang terlalu lama tanpa
pemberian makanan tambahan yang cukup juga akan menyebabkan terjadinya
marasmus.
Gangguan metabolik misalnya renal
asidosis, idiopathic hypercalcemia, galacosemia, lactose intolerance serta
penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang akan
menimbulkan marasmus.
Sebenarnya malnutrisi merupakan
suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat
digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman
penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang
peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan.
Gopalan menyebutkan marasmus adalah
compensated malnutrition. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu
berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau
energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan. Karbohidrat
(glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar,
sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga
setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein
terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah
jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah
jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak
dan keton bodies sebagai sumber energi, jika kekurangan makanan ini berjalan
menahun. (Laren et al 2000)
C.
Contoh Kasus Marasmus yang Terjadi di Indonesia
Padang
Ekspres (Sabtu,
01/09/2012 12:07 WIB) ZIKRINIATI
ZN – Pariaman
PARIAMAN,
31/8 - BOCAH MARASMUS. Alisya Prima Siska (6), bocah penderita marasmus
terbaring lemah di bangsal anak, RSUD Pariaman, Sumbar, Kamis (30/8) malam.
Alisya yang memiliki berat hanya 7 kg itu divonis dokter menderita marasmus
komplikasi dengan penyakit lain, yakni TBC, anemia, penyakit kulit, cacingan
dan mal-nutrisi, hal tersebut terjadi akibat kondisi ekonomi
orang tuanya lemah. FOTO ANTARA/Iggoy el Fitra/ed/Spt/12
Ayahnya Adar Arifin (35) dan
sang nenek tidak dapat berbuat banyak, keterbatasan hidup membuat bocah kecil
itu tak terperhatikan gizinya.
Usianya
sudah 6 tahun namun berat tubuhnya 7 kilogram saja, memprihatinkan. Tak ayal jika
tubuhnya terlihat kulit pembalut tulang saja. Saat Padang Ekspres
mengunjunginya di ruang rawat inap khusus anak RSUD Pariaman, putri pasangan
Adar Arifin, 35, dan almarhum Marni, 27, tergolek lemah. Sesekali tubuh kurus
kering yang penuh bentol bekas penyakit kulit itu menggeliat, meringis,
meskipun matanya tetap terpejam, tidur.
Sosok kecil
itu tergolek lemah tanpa baju di ruang rawat inap khusus anak RSUD Pariaman.
Tubuh bocah itu tampak lusuh dan kurus kering. Kulitnya tampak penuh bentolan
bekas penyakit kulit. Sesekali bocah itu menggeliat dari lelap kemudian
meringis kesakitan.
Dokter
menvonis warga Koto Hilalang, Nagari Sikucur, Kecamatan V Koto Kampuang Dalam,
Padangpariaman menderita penyakit marasmus atau lebih terkenal dengan sebutan
busung lapar dan komplikasi penyakit lain. Bagaimana tidak, normalnya berat
badan anak seusia itu diatas 20 kilogram, sedangkan ia hanya 7 kilogram.
Adar Arifin
ayahnya menceritakan nasib malang yang dialami Alisya ini berawal saat
istrinya Alm. Marni (27), meninggal dunia 20 bulan lalu. Karena tak ingin
berpisah dengan buah hatinya, Adar meminta izin kepada keluarga istrinya
untuk merawat Alisya. Sejak saat itu, entah karena memang nasib hidupnya
menjadi sangat sulit. Pekerjaan sebagai tukang ojek belumlah mampu
menghidupi anaknya dengan layak. Sementara ibunya pun juga hidup sangat
pas-pasan, bekerja serabutan.
Dengan
penghasilan yang tak menentu dari tukang ojek, Adar mengaku tak sempat memikirkan
makanan bergizi untuk anaknya. Bagi dia bisa saja mendapatkan uang untuk makan
sudah syukur. Ibunya (nenek Alisya) pun begitu, bekerja hanya serabutan.
Penghasilan tak menentu pula.
Adar
menuturkan, selama ini ekonomi keluarga dibantu oleh sang istri, sehingga
kehidupan mereka sedikt lebih baik. Namun apa daya almarhum istrinya
sendiri meninggal dunia karena penyakit stroke.
Dalam
himpitan ekonomi, ibu Adar lah yang sehari-hari mengasuh dan membesarkan putri
kesayangannya itu. Adar
mengatakan, sejak anaknya mengalami sakit dan badannya kurus kering, bidan
nagari maupun pihak Puskesmas terus melakukan pemantauan terhadap kondisi
anaknya Alisya. Bahkan, anaknya bisa masuk RSUD Pariaman itu juga atas
rujukan pihak Puskesmas Kampung Dalam.
Sementara,
dr. Robert SpA yang menangani pasien busung lapar Alisya saat dikonfirmasi mengungkapkan,
Alisya sebenarnya sudah dua kali masuk RSUD Pariaman. Pertama beberapa
bulan silam. Saat itu kondisinya sangat kritis. Setelah ditangani, kondisi
kesehatannya mulai pulih.
Setelah
dirasa agak sehat, pihak rumah sakit mempersilahkan keluarga membawa Alisya pulang dan dilakukan rawat jalan. Namun, setelah
dikembalikan kepada keluarga, kondisi kesehatan Alisya yang menderita busung
lapar kembali memburuk. Kamis pekan lalu, Alisya kembali dirujuk ke RSUD Pariaman.
”Dulu saat
masuk ke rumah sakit yang pertama, kondisi kesehatan Alisya sangat memprihatinkan.
Tubuhnya kurus kering, penuh bentol-bentol karena penyakit kulit. Bahkan, mulutnya
hancur dan membusuk. Setelah beberapa minggu ditangani, kondisinya pulih
dan dikembalikan kepada keluarga,” kata Robert.
Dijelaskan,
hasil pemeriksaan medis dan laboratorium yang dilakukan
pihak rumah sakit menunjukkan kalau Alisya bukan saja menderita marasmus
atau busung lapar. Tapi juga mengidap sejumlah penyakit lain, antara lain,
TBC, anemia, penyakit kulit, cacingan dan mal-nutrisi
(kekurangan nutrisi).
Disebutkan,
untuk penanganan pihaknya menyarankan kepada keluarga agar Alisya dirawat
dulu di rumah sakit sampai kondisinya benar-benar pulih. Sebab, kalau
separoh pengobatan dibolehkan pulang, dikhawatirkan kondisi kesehatannya
kembali memburuk. Jika dirawat
di rumah sakit, minimal makanan dan asupan gizi Alisya bisa dikontrol dan terjamin
kualitasnya. Jika dikembalikan kepada keluarga, dipastikan asupan gizi
tak akan terperhatikan mengingat kehidupan keluarga yang ekonominya
pas-pasan.
Robert
menyarankan kepada pihak pemerintahan nagari agar memberikan perhatian serius
kepada Alisya. Minimal diupayakan bantuan untuk pemenuhan kebutuhan asupan
gizinya. Selain itu, pihak bidan maupun Puskesmas disarankan agar mengontrol
kesehatan pasien Alisya secara berkala. Sebab katanya, sumber penyakit marasmus atau busung
lapar adalah rendahnya kualitas asupan gizi dan makanan yang disebabkan oleh
faktor ekonomi. Bagaimana pun penanganan medis dilakukan sampai pasien pulih,
jika sedikit saja asupan gizi tak memadai, penyakit akan kembali kambuh. (***)
D.
Cara Pencegahan dan Pengobatan pada Marasmus
Ø Pencegahan Marasmus
Beberapa
cara untuk mencegah terjadinya marasmus
pada anak, antara lain sebagai berikut :
1.
Memberikan ASI
eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai
dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan
tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
2.
Anak diberikan makanan
yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan
mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total
kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3.
Rajin menimbang dan
mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu. Cermati apakah
pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera
konsultasikan hal itu ke dokter.
4.
Jika anak dirawat di
rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis
makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
5. Jika
anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang
tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya
bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu
meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting
lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi
yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan
secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang
permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.
Tindakan pencegahan terhadap marasmus menurut Rani et al
(1998) dapat
dilaksanakan dengan baik bila penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut
memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan
dan penyuluhan gizi. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan
sumber energi yang paling baik untuk bayi. Ditambah dengan pemberian makanan
tambahan yang bergizi pada umur 6 tahun ke atas. Pencegahan penyakit infeksi,
dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan, pemberian imunisasi, dan mengikuti program
keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan
usaha pencegahan jangka panjang. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada
anak di daerah yang endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan
tiap bulan.
Ø Pengobatan
Marasmus
Tujuan
pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi kalori dan
tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa komplikasi
dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik. Sedangkan, penderita yang
mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat
perawatan di rumah sakit.
Pengobatan rutin yang dilakukan di
rumah sakit berupa 10 langkah penting yaitu:
1.
Atasi/cegah
hipoglikemia
Periksa kadar gula darah bila ada
hipotermia (suhu aksila < 35°C, atau suhu rektal 35,5°C). Bila kadar gula
darah di bawah 50 mg/dl, maka berikan:
a. 50
ml bolus glukosa 10% atau larutan sukrosa (1 sendok teh gula dalam 5 sendok
makan air) secara oral atau sonde/pipa nasogastrik.
b. Berikan larutan tersebut
setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali berikan ¼ bagian dari jatah untuk 2
jam).
c. Secepatnya
berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam.
2.
Atasi/cegah hipotermia
Bila suhu rektal < 35,5°C, hangatkan
anak dengan pakaian atau selimut, atau letakkan dekat lampu atau pemanas. Suhu diperiksa sampai
mencapai > 36,5°C.
3.
Atasi/cegah dehidrasi
Jika anak masih menyusui, teruskan ASI
dan berikan setiap setengah jam sekali. Jika anak masih dapat minum, lakukan
tindakan rehidrasi oral dengan memberikan minum anak 5 ml/kgBB setiap 30 menit
cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP.
Jika tidak ada cairan khusus untuk anak
dengan KEP berat dapat menggunakan oralit. Jika anak tidak dapat minum maka
dilakukan rehidrasi intravena dengan cairan Ringer Laktat/Glukosa 5% dan NaCl
0,9%.
4.
Koreksi gangguan
keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP berat terjadi gangguan
keseimbangan elektrolit diantaranya:
a. Kelebihan
natrium tubuh, walaupun kadar natrium plasma rendah.
b. Defisiensi
kalium dan magnesium. Ketidakseimbangan ini diterapi dengan memberikan:
§ K
2 – 4 meq/kgBB/hari (150 – 300 mg KCL/kgBB/hari).
§ Mg
0,3 – 0,6 meq/kgBB/hari (7,5 – 15 MgCl2/kgBB/hari).
5.
Obati/cegah infeksi
Pada KEP berat, tanda yang umumnya
menunjukan adanya infeksi seperti demam, seringkali tidak nampak, oleh karena
itu pada semua KEP berat secara rutin diberikan:
a. Antibiotika
spektrum luas, bila tanpa komplikasi: kontrimoksazol 5 ml suspensi pediatri
secara oral, 2 kali sehari selama 5 hari (2,5 ml bila BB < 4 kg).
b. Bila
anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia,
hipotermia, infeksi kulit, infeksi saluran napas atau saluran kencing) beri
ampisilin 50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam selama 2 hari, kemudian secara
oral amoksisilin 15 mg/kgBB setiap 8 jam, selama 5 hari.
c. Bila
amoksisilin tidak ada, maka teruskan ampisilin 50 mg/kgBB setiap 6 jam secara
oral, atau gentamisin 7,5 mg/kgBB/IM atau IV sekali sehari selama 7 hari.
d. Bila
dalam 48 jam tidak ada kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25 mg/kgBB/IM
atau IV setiap 6 jam selama 5 hari.
e. Bila
terdeteksi kuman spesifik, beri pengobatan spesifik. Bila anoreksia menetap
selama 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi pemberian hingga 10 hari.
f. Vaksinasi
campak bila umur anak > 6 bulan dan belum pernah diimunisasi.
g. Berikan
setiap hari tambahan
multivitamin, asam
folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama),
seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari. Bila berat badan mulai
naik: Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferosus 10 mg/kgBB/hari. Vitamin A oral pada
hari 1, 2 dan 14. Untuk umur > 1 tahun 200.000 SI, umur 6 – 12 bulan 100.000
SI, dan umur 0 – 5 bulan 50.000 SI.
6.
Mulai pemberian makanan
Pemberian diet dibagi dalam 3 fase,
yaitu :
a. Fase
Stabilisasi (2 – 7 hari)
Fase dimulainya pemberian makanan segera
setelah anak dirawat sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme basal tubuh. Prinsip pemberian nutrisi pada
fase inisial/stabilisasi adalah sebagai berikut :
§ Porsi
kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa.
§ Oral
atau nasogastrik.
§ Kalori
100 kkal/kgBB/hari
§ Protein
1 – 1,5 gr/kgBB/hari.
§ Cairan
130 ml/kgBB/hari.
b. Fase
Transisi (Minggu ke-2)
Fase pemberian makanan secara
perlahan-lahan untuk menghindari resiko gagal jantung dan intoleransi saluran
cerna bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak. Prinsip pemberian nutrisi pada
fase transisi adalah sebagai berikut :
§ Kalori
150 kkal/kgBB/hari
§ Protein
2 – 3 gr/kgBB/hari
§ Cairan
150 ml/kgBB/hari.
c. Fase
Rehabilitasi (Minggu ke-3 – 7)
Pada masa pemulihan, dibutuhkan berbagai
pendekatan secara gencar agar tercapai asupan makanan yang tinggi dan
pertambahan BB > 10 gr/kgBB/hari. Awal fase rehabilitasi ditandai dengan
timbulnya selera makan, biasanya 1 – 2 minggu setelah dirawat. Setelah masa transisi
dilampaui, anak diberi:
§ Makanan/formula
dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
§ Energi
150 – 220 kkal/kgBB/hari.
§ Protein
4 – 6 gr/kgBB/hari
§ Bila
anak masih mendapat ASI, teruskan tetapi beri formula lebih dulu karena energi
dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar.
7.
Fasilitasi tumbuh-kejar
(“catch up growth”)
Untuk mengejar pertumbuhan yang
tertinggal, anak diberi asupan makanan seperti pada fase-fase tersebut di atas.
Untuk itu harus tersedia jumlah asupan makanan yang memadai seperti pada
tahapan fase-fase di atas.
8.
Koreksi defisiensi
nutrien mikro
9.
Lakukan stimulasi
sensorik dan dukungan emosi/mental.
10. Siapkan
follow up dan rencanakan tindak
lanjut setelah sembuh.
Bila berat badan sudah mencapai 80% BB/U
dapat dikatakan anak sembuh. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus
tetap dilanjutkan di rumah setelah penderita dipulangkan. Kepada orang tua
disarankan :
a. Membawa
anaknya kembali untuk kontrol secara teratur.
b. Pemberian
suntikan/imunisasi ulang (booster).
c. Pemberian
vitamin A setiap 6 bulan.
d. Selain
itu atasi penyakit penyerta, yaitu:
§ Defisiensi
vitamin A.
§ Dermatosis.
§ Penyakit
karena parasit/cacing.
§ Diare
berlanjut.
§ Tuberkulosis,
obati sesuai dengan pedoman tuberkulosis.
Dengan pengobatan adekuat, umumnya penderita dapat
ditolong walaupun diperlukan waktu sekitar 2 – 3 bulan untuk tercapainya berat
badan yang diinginkan. Pada tahap penyembuhan yang sempurna, biasanya
pertumbuhan fisik hanya terpaut sedikit dibandingkan dengan anak yang
sebayanya. Namun kadang-kadang perkembangan intelektualnya akan mengalami
kelambatan yang menetap, khususnya kelainan mental dan defisiensi persepsi.
Retardasi perkembangan akan lebih nyata lagi bila penyakit ini diderita sebelum
anak berumur 2 tahun, ketika masih terjadi proliferasi, mielinisasi dan migrasi
sel otak.
Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi
dalam beberapa tahap, antara lain :
1. Menurut Arisman, 2004:105
a.
Komposisi pemberian CRO (Cairan
Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100 cc/kg BB biasanya cukup untuk mengoreksi
dehidrasi.
b.
Cara pemberian dimulai sebanyak 5
cc/kg BB setiap 30 menit selama 2 jam pertama peroral atau NGT kemudian
tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg BB/ jam.
c.
Cairan sebanyak itu harus habis
dalam 12 jam.
d.
Pemberian ASI sebaiknya tidak
dihentikan ketika pemberian CRO/intravena diberikan dalam kegiatan rehidrasi.
e.
Berika makanan cair yang mengandung
75-100 kkal/cc, masing-masing disebut sebagai F-75 dan F-100.
2. Menurut Nuchsan Lubis
Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS
dibagi dalam beberapa tahap, yaitu :
a.
Tahap awal : 24 – 48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan
untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau
asidosis dengan pemberian cairan IV.
§
cairan yang diberikan adalah larutan
Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat Dextrose 5%.
§
Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada
4-8 jam pertama.
§
Kemudian 140ml sisanya diberikan
dalam 16-20 jam berikutnya.
§
Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari.
b.
Tahap kedua : penyesuaian
terhadap pemberian makanan
§
Pada hari-hari pertama jumlah kalori
yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg BB/ hari atau rata-rata 50 kalori/ kg
BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/ hari.
§
Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari
hingga mencapai 150-175 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 3-5 gr/ kg BB/
hari.
§
Waktu yang diperlukan untuk mencapai
diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.
§ Cairan
diberikan sebanyak 150 ml/kg BB/hari.
§ Pemberian
vitamin dan mineral yaitu vitamin A diberikan sebanyak 200.000. i.u peroral
atau 100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada hari ke dua diberikan
200.000 i.u. oral. Vitamin A diberikan tanpa melihat ada/tidaknya gejala
defisiensi Vitamin A.
§ Mineral
yang perlu ditambahkan ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam
bentuk preparat oral 75-100 mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg
BB/hari atau megnesium oral 30 mg/kg BB/hari.
§ Dapat
diberikan 1 ml vit Bc dan 1 ml vit. C im, selanjutnya diberikan preparat oral
atau dengan diet.
§ Jenis
makanan yang memenuhi syarat untuk penderita malnutrisi berat ialah susu. Dalam pemilihan jenis
makanan perlu diperhatikan berat badan penderita. Dianjurkan untuk memakai
pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan untuk bayi dengan makanan utama
ialah susu formula atau susu yang dimodifikasi, secara bertahap ditambahkan
makanan lumat dan makanan lunak. Penderita dengan BB di atas 7 kg diberikan
makanan untuk anak di atas 1 tahun, dalam bentuk makanan cair kemudian makanan
lunak dan makanan padat.
§ Antibiotik
perlu diberikan, karena penderita marasmus sering disertai infeksi.
c.
Tahap ketiga yaitu
tahap lanjut (rehabilitasi)
Setelah tercapai
penyesuaian dengan bertambahnya berat badan. Penderita boleh dipulangkan bila
terjadi kenaikan sampai kira-kira 90% BB normal menurut umurnya, bila nafsu
makannya telah kembali dan penyakit infeksi telah teratasi. Penderita yang telah
kembali nafsu makannya dibiasakan untuk mendapat makanan biasa seperti yang
dimakan sehari-hari. Kebutuhan kalori menjadi normal kembali karena tubuh telah
menyesuaikan diri lagi. Sementara itu kepada orang tua diberikan penyuluhan
tentang pemberian makanan, terutama mengenai pemilihan bahan makanan,
pengolahannya, yang sesuai dengan daya belinya. Mengingat sulitnya merawat
penderita dengan malnutrisi, maka usaha pencegahan perlu lebih ditingkatkan.
Contoh makanan untuk
penderita marasmus adalah Nasi tim ayam.
Bahan adalah sebagai berikut:
§ 50
gr nasi aron (setengah matang)
§ 50
gr ayam, diris kecil
§ 25
gr wortel di irirs kecil
§ 25
gr brokoli di iris kecil.
d. Pemeriksaan
Fisik
§ Mengukur
TB dan BB
§ Menghitung
indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter)
§ Mengukur
ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik
menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya
dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya
adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada
laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
§ Status
gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah otot
rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).
e. Pemeriksaan
laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.
Keterpaduan kegiatan dalam upaya penanganan marasmus, antara lain :
1. Penyuluhan
gizi, terutama di daerah yang diindikasikan terjadinya marasmus.
2. Peningkatan
pendapatan.
3.
Peningkatan pelayanan kesehatan.
4.
Keluarga berencana.
5.
Peningkatan peran serta masyarakat, pemerintah, petugas kesehatan, dll.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Marasmus adalah salah satu bentuk
gizi buruk yang sering ditemui pada anak – anak.
Gejala – gejalanya terlihat mencolok dan penyebabnya
multifaktorial antara lain masukan makanan yang kurang, faktor penyakit dan
faktor lingkungan, ketidaktahuan
untuk memilih makanan yang bergizi,
keadaan ekonomi yang tidak menguntungkan,
dll. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis untuk menentukan
penyebab perlu anamnesis makanan dan penyakit lain.
Kasus marasmus pada
anak – anak masih banyak terjadi di Indonesia, terutama pada masyarakat dengan
tingkat ekonomi yang rendah. Pencegahan terhadap
marasmus ditujukan kepada penyebab dan memerlukan pelayanan kesehatan dan
penyuluhan yang baik.
Pengobatan marasmus ialah pemberian
diet tinggi kalori dan tinggi protein dan penatalaksanaan di rumah sakit yang harus dilakukan secara rutin dan terkontrol.
B. Saran
1. Diharapkan
kepada seluruh masyarakat untuk dapat memenuhi asupan kalori dan protein yang cukup dan seimbang,
agar anak – anak dapat tumbuh
dengan sehat.
2. Setiap anggota keluarga, terutama orang tua harus dapat
mengupayakan dan memperhatikan pemenuhan gizi anak, agar tidak menderita gizi buruk.
3. Tenaga kesehatan dapat mengadakan penyuluhan
kepada masyarakat tentang gizi, terutama di
daerah yang diindikasikan terjadinya gizi buruk seperti marasmus.
4. Pada
penderita marasmus sebaiknya anak diberi energi tinggi dan protein tinggi,
dengan mengobati faktor penyakit penyerta, serta apabila anak sudah agak
membaik tidak lupa memperhatikan atau menimbang berat badannya secara rutin.
5. Pemerintah harus lebih memperhatikan upaya dalam
mengatasi masalah gizi buruk, terutama pemenuhan gizi pada masyarakat dengan
tingkat ekonomi atau pendapatan yang rendah.
DAFTAR PUSTAKA
http://networkedblogs.com/t90QG/10 April 2014
2014
http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=34027/12 April 2014
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar