Rabu, 24 Desember 2014

Meningokel dan ensefalokel



MENINGOKEL DAN ENSEFALOKEL

§  Meningokel
A.    Pengertian
Meningokel atau dikenal juga dengan sebutan spina bifida (Latin: tulang belakang terbuka) adalah sebuah jenis perkembangan kelainan bawaan. Proses kelainan ini biasanya terjadi selama empat minggu pertama kehamilan dan terdiri dari abnormal atau tidak lengkap penutupan tabung saraf (masa depan sistem saraf pusat).
Meningokel adalah salah satu dari tiga jenis kelainan bawaan spina bifida. Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan dibawah kulit. Spina bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh. (Wafi Nur, 2010).
Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang paling sering terjadi. Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). Tidak terdapat gangguan sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi normal sesudah operasi. (IKA-FKUI. Hal-1136).
Meningokel adalah penonjolan dari pembungkus medulla spinalis melalui spina bifida dan terlihat sebagai benjolan pada permukaan. Pembengkakan kistis ini ditutupi oleh kulit yang sangat tipis. (Prinsip Keperawatan Pediatric, Rosa M. sachrin. Hal-283).
B.     Etiologi
Penyebab terjadinya meningokel adalah karena adanya defek pada penutupan spina bifida yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak normal dari korda spinalis atau penutupnya, biasanya terletak di garis tengah. Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama terjadi pada awal kehamilan.
Meningokel terbentuk saat meninges berherniasi melalui defek pada lengkung vertebra posterior. Medulla spinalis biasanya normal dan menerima posisi normal pada medulla spinalis, meskipun mungkin terhambat, ada siringomeielia atau diastematomielia.. Meningokel membentuk sebuah kista yang diisi oleh cairan serebrospinal dan meninges. Massa linea mediana yang berfluktuasi yang dapat bertaransiluminasi terjadi sepanjang kolumna vertebralis, biasanya terjadi dibawah punggung. Sebagian bessar meningokel terutup dengan baik dengan kulit dan tidak mengancam penderita (Behrman dkk, 2000).
Penyebab spesifik dari meningokel belum diketahui. Banyak factor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal- hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab :
1.      Kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam  folat dan hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat. (buku saku keperawatan pediatric Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002)
2.      Kelainan konginetal SSP yang paling sering dan penting ialah defek tabung neural yang terjadi pada 3-4 per 100.000 lahir hidup. Bermacam-macam penyebab yang berat menentukan  morbiditas dan mortalitas, tetapi banyak dari abnormalitas ini mempunyai makna klinis yang kecil dan hanya dapat dideteksi pada kehidupan lanjut yang ditemukan secara kebetulan. (Patologi Umum Dan Sistematik Vol 2, J.C.E. Underwood. 1999)
3.      Gangguan pembentukan komponen janin saat dalam kandungan.
4.      Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau bagian bawahnya.
C.     Gejala klinis
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena (Wafi Nur, 2010). Kebanyakan terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir.
Kelainan bawaan lainnya yang juga ditemukan pada penderita spina bifida: hidrosefalus, siringomielia, serta dislokasi pinggul. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena.

Terdapat beberapa jenis spina bifida:
1.      Spina bifida okulta : merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol.
2.      Meningokel : meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit.
3.      Mielokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan kulit diatasnya tampak kasar dan merah.
Contoh gejala dari spina bifida umumnya berupa:
a.       Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir.
b.      Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya.  
c.       Kelumpuahn/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki.
d.      Penurunan sensasi, inkontinensia uri (beser) maupun inkontinensia tinja (diare).
e.       Korda spinalis yang tertekan rentan terhadap infeksi (meningitis).
Gejala pada spina bifida okulta, adalah:
a.       Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang).
b.      Ada Lekukan pada daerah sakrum.
c.       Korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf).
Operasi akan mengoreksi kelainan, sehingga tidak terjadi gangguan sensorik dan motorik dan bayi akan menjadi normal.
D.    Diagnosis
Diagnosis meningokel ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindrom down, dan kelainan bawaan lainnya.
Sebanyak 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida, akan memiliki kadar serum alfa petoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif yang palsu tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida. Kadang-kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban).
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kalainan, pemeriksaan USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra, serta pemeriksaan CT-scan atau MRI tulang belakang kadang-kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan.(Wafi Nur, 2010).
Pemeriksaan neurologis yang cermat sangat dianjurkan. Anak yang tidak bergejala dengan pemeriksaan neurologis normal dan keseluruhan tebal kulit menutup meningokel dapat menunda pembedahan. Sebelum koreksi defek dengan pembedahan penderita harus secara menyeluruh diperiksa dengan menggunakan rontgenogram sederhana, ultrasonografi, dan tomografi komputasi (CT) dengan metrizamod atau resonansi magnetik (MRI) untuk menentukkan luasnya keterlibatan jaringan syaraf jika ada dan anomali yang terkait, termasuk diastematomelia, medulla spinalis terlambat dan lipoma. Penderita dengan kebocoran cairan serebrospinalis (CSS) satu kulit yang menutupi tipis harus dilakukan pembedahan segera untuk mencegah meningitis. Scan CT  kepala dianjurkan pada anak dengan meningokel karena kaitannya dengan hidrosefalus pada beberapa kasus. Meningokel anterior menonjol ke dalam pelvis melalui defek pada sakrum (Behrman dkk, 2000).


E.     Pencegahan
Risiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat. Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini.
Kepada wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.
Pada janin kecukupan asam folat berperan dalam mengurangi risiko terjadinya kecacatan pada sistem saraf pusat (gangguan pada bumbung saraf/Neural Tube Defects (NTD) dan cacat lahir lainnya seperti meningokel. Kelainan-kelainan tersebut disebabkan karena gagalnya tabung saraf tulang belakang untuk tertutup sebagaimana mestinya pada hari ke-28 pasca konsepsi.
F.      Pengobatan dan Penatalaksanaan
Tujuan dari pengobatan awal spina bifida, termasuk meningokel adalah mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida, meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi), serta membantu keluarga dalam menghadapi kelainan ini. Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk menutup lubang yang terbentuk  dan untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.
Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi otot. Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik. Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan lembut diatas kandung kemih. Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan pemasangan kateter. Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki fungsi saluran pencernaan.
Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu campur tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik. Kelainan saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang terjadi. Seksio terencana sebelum mulainya persalinan penting dalam mengurangi kerusakan neurologis yang terjadi pada bayi dengan defek medula spinalis (Corwin, 2009). Apabila dilakukan perbaikan melalui pembedahan, pemasangan pirau (shunt) untuk memungkinkan drainase CSS perlu di lakukan untuk mencegah hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranial selanjutnya. Kadang-kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrisefalus akan menyebabkan berkurangnya mielimeningokel secara spontan.
Tindakan yang harus dilakukan antara lain :
1.      Sebelum dioperasi, bayi dimasukkan ke dalam inkubator dengan kondisi tanpa baju.
2.      Bayi dalam posisi telungkup atau tidur jika kantongnya besar untuk mencegah infeksi.
3.      Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah, ahli ortopedi, dan ahli urologi, terutama untuk tindakan pembedahan, dengan sebelumnya melakukan informed consent dan informed choice pada keluarga.
4.      Lakukan pengamatan dengan cermat terhadap adanya tanda-tanda hidrosefalus (dengan mengukur lingkar kepala setiap hari) setelah dilakukan pembedahan atau juga kemungkinan terjadinya meningitis (lemah, tidak mau minum, mudah terangsang , kejang, dan ubun-ubun besar menonjol). Selain itu, perhatikan pula banyak tidaknya gerakan tungkai dan kaki, clbbed feet, retensi urine, dan kerusakan kulit akibat iritasi urine dan feses. 
§  Ensefalokel
A.    Pengertian
Enesefalokel  adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak. Ensephalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin. Jaringan otak yang menonjol, bisa di belakang kepala, puncak kepala, atau di antara dahi dan hidung. Melalui celah inilah, sebagian struktur otak dan selaput otak keluar. Akibat kelainan ini: kelumpuhan anggota gerak, keterlambatan perkembangan, retardasi mental, dan kejang berulang.
Ensephalokel adalah kelainan pada bagian oksipital. Terdapat kantong berisi cairan jaringan saraf atau sebagian otak karena adanya celah pada bagian oksipital.


B.     Etiologi
Ada beberapa faktor penyebab ensefalokel diantaranya :
1.      Infeksi
2.      Faktor usia ibu yang terlalu muda atau tua ketika hamil
3.      Mutasi genetik
4.      Pola makan yang tidak tepat sehingga mengakibatkan kekurangan asam folat.
5.      Kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh gangguan pembentukan tulang cranium saat dalam uterus seperti kurangnya asupan asam folat selama kehamilan, adanya infeksi pada saat kehamilan terutama infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar bahan radiologi), obat – obatan yang mengandung bahan yang terotegenik.
6.      Defek tulang kepala, biasanya terjadi dibagian occipitalis, kadang – kadang juga dibagian nasal, frontal, atau parietal.
C.     Gejala
Gejala dari ensefalokel, antara lain berupa :
1.      Hidrosefalus
2.      kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadriplegia stastik)
3.      Gangguan perkembangan
4.      Mikrosefalus
5.      Gangguan penglihatan, keterbelakangan mental, dan pertumbuhan.
6.      Ataksia
7.      Kejang.
Beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal. Ensefalokel seringkali disertai dengan kelainan kraniofasial atau kelainan otak lainnya.
D.    Diagnosis
Luasnya defek dan besarnya herniasi jaringan otak akan menentukan prognosis enchephalus. Enchephalocele mudah dideteksi dengan USG bila defek tulang kepala cukup besar, apalagi bila sudah disertai herniasi. Akan tetapi lesi pada tulang kepala menjadi sulit di kenali bila terdapat oligohidramnion.
E.     Pencegahan
Bagi ibu yang berencana hamil ada baiknya mempersiapkan jauh – jauh diri misalnya makan makanan yang bergizi serta menambah suplemen yang mengandung asam folat, menjaga kebersihan. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya beberapa kelainan yang bisa menyerang bayi salah satunya adalah Ensephalokel. Pemeriksaan laboratorium juga diperlukan untuk mendeteksi adanya infeksi
Sumber asam folat banyak didapatkan dari:
1.      Sayuran seperti bayam, asparagus, brokoli, lobak hijau, selada romaine, kecambah.
2.      Kacang segar atau kering, kacang polong, gandum, biji bunga matahari, produk biji-bijian yang diperkaya (pasta, sereal, roti)
3.      Buah-buahan seperti : jeruk, tomat, nanas, melon, jeruk bali, pisang, strawberry, alpukat, pisang
4.      Susu dan produk susu seperti, keju dan yoghurt.
5.      Hati
6.      Putih Telur.
F.      Pengobatan dan Penatalaksanaan
Untuk ensefalokel biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang menonjol ke dalam tulang tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasial yang terjadi. Untuk hidrosefalus mungkin perlu dibuat suatu shunt. Pengobatan lainnya bersifat simtomatis dan suportif.
Penanganan Pra Bedah:
1.      Segera setelah lahir daerah yang terpakai harus dikenakan kasa steril yang direndam salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutupi kasa steril yang tidak melekat untuk mencegah jaringan saraf yang terpapar menjadi kering.
2.      Perawatan pra bedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada saat mempertahan suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa pusat tubuh bayi ditempatkan dalam kantong plastik untuk mencegah kehilangan panas yang dapat terjadi akibat permukaan lesi yang basah.
3.      Lingkaran occipito frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.
4.      Akan diminta X-Ray medulla spinalis.
5.      Akan diambil photografi dari lesi.
6.      Persiapan operasi.       
7.      Suatu catatan aktifitas otot pada anggota gerak bawah dan sringter anal akan dilakukan oleh fisioterapi.
8.      Pembedahan medulla spinalis yang terpapar ditutupi dengan penutup durameter dan kulit dijahit diatas dura yang diperbaiki. Jika celah besar, maka perlu digunakan kulit yang lebih besar untuk menutupi cacat. Pada bayi ini drain sedot diinsersikan dibawah flap.
Perawatan pasca bedah :
1.      Pemberian makan per oral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan.
2.      Jika ada drain penyedotan luka makan harus diperiksa setiap jam untuk menjamin tidak adanya belitan atau tekukan pada saluran dan terjaganya tekanan negatif dan wadah.
Lingkar kepala diukur dan dibuat grafik sekali atau dua kali seminggu. Sering kali terdapat peningkatan awal dalam pengukuran setelah penutupan cacat spinal dan jika peningkatan ini berlanjut dan terjadi perkembangan hidrochephalus maka harus diberikan terapi yang sesuai.
Tindakan yang harus dilakukan adalah :
1.      Cegah infeksi perlukaan ensefalokel waktu lahir, menutup luka dengan kasa steril setelah lahir.
2.      Persiapan operasi dilakukan sedini mungkin untuk mencegah infeksi otak yang sangat berbahaya. Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang menonjol kedalam tulang tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasil yang terjadi :
a.       Sebelum operasi, bayi dimasukkan ke dalam inkubator dengan kondisi tanpa baju.
b.      Jika kantong Bayi besar tidurkan bayi dengan posisi terlungkup untuk mencegah infeksi.
c.       Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah saraf, ahli ortopedi , dan ahli urologi, terutama pada tindakn pembedahan.
d.      Melakukan informed consent dan informed choice pada keluarga.
3.      Pasca operasi perhatikan luka agar tidak basah, ditarik atau digaruk bayi perhatikan mungkin terjadi hidrosefalus ukur lingkar kepala, pemberian antibiotik dan kolaborasi.














REFERENSI